Home » , » Jojo Rabbit (2019): Guyonan yang Renyah di Tengah Pedihnya Perang

Jojo Rabbit (2019): Guyonan yang Renyah di Tengah Pedihnya Perang

 

Jojo Rabbit (2019): Guyonan yang Renyah di Tengah Pedihnya Perang

Oleh Indah K. Herliani

G.1 Poster Film Jojo Rabbit (2019)

Judul : Jojo Rabbit (2019)

Genre : Comedy, Drama, War

Sutradara: Taika Waititi

Aktor : Roman Griffin Davis, Thomasin McKenzie, Scarlett Johansson


Jojo Rabbit (2019) merupakan film garapan sutradara Taika Waititi yang sukses meraih berbagai penghargaan bergengsi di kancah Hollywood. Misalnya saja, dalam ajang penghargaan Oscars, film ini berhasil mendapatkan enam nominasi dan bahkan membawa pulang piala Oscars pada kategori Best Adapted Screenplay. Selain itu, kesuksesan film ini tidak luput dari para pemerannya, yang terdiri atas aktor-aktor ternama Hollywood, seperti Scarlett Johansson, Rebel Wilson, dan Sam Rockwell, serta memperkenalkan aktor-aktor muda seperti Roman Griffin Davis dan Thomasin McKenzie.

Berlatar pada zaman Perang Dunia ke-2, film ini menceritakan Johannes “Jojo” Betzler, bocah laki-laki Jerman yang sangat mengidolakan Hitler, sampai-sampai ia menjadikannya teman khayalannya. Fanatisme ini mendorongnya untuk bergabung dalam camp training untuk prajurit muda, dimana anak-anak yang masih berusia sepuluh tahun dilatih untuk siap berperang. Sayangnya, ia tidak memiliki cukup keberanian untuk melakukan kekerasan, yang membuatnya memperoleh panggilan Jojo Rabbit. Jojo Rabbit berusaha membuktikan bahwa dirinya layak untuk menjadi prajurit, tapi ia malah mengalami kecelakaan bodoh yang membuatnya tidak bisa bergabung dalam perang.

G.2 Adegan Sebelum Kecelakaan Jojo

Di samping sisi dingin Jojo yang diperlihatkan kepada penonton, film ini juga memperlihatkan sisi kekanak-kanakan Jojo yang, misalnya, masih sangat membutuhkan ibunya. Meski terlihat tangguh di luar, Jojo ternyata memiliki hati yang lembut. Hal ini lebih lanjut diperlihatkan saat ia menemukan seorang gadis “Jew” atau Yahudi yang disembunyikan ibunya di dalam dinding rumahnya. Saat mendapati Elsa pertama kali, Jojo, yang terobsesi dengan Nazi, berusaha menyerangnya dan memikirkan berbagai strategi untuk menyingkirkannya dari rumah. Namun, lambat laun, hatinya mulai melunak saat ia menyadari bahwa Elsa hanyalah seorang gadis cantik biasa yang ternyata tidak seperti Jew yang ada di pikirannya.

Berbagai sekuens tersebut dibawakan melalui dialog-dialog ringan yang memorable. Meski begitu, jokes atau guyonan yang berusaha disampaikan tetap mengena. Salah satu adegan dengan dialog yang tidak bisa saya lupakan adalah saat Jojo dan ibunya jalan dan bercengkrama di pinggir sungai. Dengan polosnya, Jojo menanyai ibunya tentang jatuh cinta. Ibunya menjelaskan dengan penuh semangat, “love is the strongest thing in the world”, tapi ia menepisnya dan berkata bahwa hal terkuat di dunia adalah besi dan nikel. Selain itu, kehadiran tokoh-tokoh sampingan, seperti Yorki dan Captain Klenzendorf, membuat jalannya cerita makin berwarna dengan tingkah mereka yang lucu dan kadang agak nyeleneh. Pada suatu adegan, Jojo dan Yorki berpelukan dengan erat dan Yorki berpamitan pulang karena ia membutuhkan pelukan erat ibunya. Kelakuan dua sahabat ini benar-benar memperlihatkan bahwa mereka hanyalah bocah yang masih berusia sepuluh tahun.

G3. Adegan Jojo dan Ibunya Berbincang di Pinggir Sungai

Di luar aspek komedinya, film ini cukup membuat perasaan saya campur aduk. Meskipun tingkah Jojo yang kadang menyebalkan, penonton memiliki kesempatan untuk bersimpati dengan dirinya. Kehilangan sosok ayah dan kakak perempuan membuatnya tumbuh menjadi seorang anak kecil yang dingin. Ada suatu adegan yang memperlihatkan bahwa ia merindukan ayahnya, sehingga ibunya melakukan role play sebagai ayahnya. Scarlett Johansson sukses melakukan monolog yang ciamik. Ditambah dengan part dansa antara Jojo dan Ibunya, kita dapat merasakan sekaligus kehangatan dan kepedihan dalam adegan ini.

Hal ini pun yang berfungsi menjadi premis film ini secara keseluruhan, yaitu dua sisi dari sebuah perang. Di satu sisi, bagi pihak yang kuat, perang dapat menjadi ajang untuk berkuasa dan memberikan kontrol terhadap pihak yang lemah. Hal ini yang pada saat itu dilakukan oleh Nazi kepada Jews. Sementara itu, bagi pihak yang lemah, perang seperti penjara bagi mereka. Hanya ada dua pilihan, bertahan hidup atau mati. Pada film ini, Elsa berusaha menjalankan opsi untuk bertahan hidup dengan sebaik-baiknya, “We do what we can”. Menjelang akhir film, kita bisa melihat kekalahan pihak Jerman secara bertahap. Mulanya anak-anak kecil seperti Jojo diminta untuk menjual rongsokan untuk menutupi biaya perang mereka. Kemudian kita disuguhkan dengan pemandangan kota tempat tinggal Jojo hancur berantakan dan Jojo harus berlari kesana kemari untuk menghindari terkena tembakan.

Film ini pun ditutup dengan manis. Jojo mengatakan bahwa ia menyayangi Elsa, dan Elsa pun juga demikian. Mereka akhirnya dapat memijakkan kaki bersama-sama di dunia luar tanpa takut menjalani persekusi, dan mereka bisa berdansa dengan bebas.

Jojo Rabbit (2019) dapat ditonton di Disney+ Hotstar! Jangan lupa luangkan waktumu untuk menonton petualangan Jojo, Yorki, dan Elsa! (661 kata)

0 comments:

Post a Comment

 
Created By SoraTemplates | Distributed By Gooyaabi Templates